Jokowi Dukung Ganjar Strategi Politik dan Manuver Cerdas Namun Bohong

Jokowi Dukung Ganjar Strategi Politik dan Manuver Cerdas Namun Bohong

Kamis, 26 Mei 2022, Mei 26, 2022


 

 Oleh: Damai Hari Lubis
Pengamat Hukum & Politik Mujahid 212

Megawati Politikus Tanah Air Kenyang Asam Garam

Menyimak dan merespons pidato politik Jokowi dalam Rapat Kerja Nasional (Rakernas) V relawan Pro Jokowi (Projo) di Magelang, Sabtu, 21 Mai 2022 lalu dihubungkan dengan faktor politik pertanggungjawaban pasca Jokowi (dan para anggota kabinetnya), tentunya narasi pidato politik Jokowi ini tidak terlepas atau tekait sebagai langkah obstruksi atau politik barrier untuk menghadang atau menghalangi Anies Baswedan yang notabene tak ber-partai, namun tentunya beliau tetap menyisakan rasa kekhawatiran andai Anies akan diminati oleh beberapa partai politik tertentu, hingga terakumulasi mencukupi persyaratan Presidential Throsold 20% untuk maju menjadi bakal capres 2024. Maka alternatif secara geopolitik, Jokowi, Megawati dan para kolega kedepannya tetap akan aman jika ia mendukung penuh  presiden 2024 adalah Prabowo Subianto, atau Puan Maharani dan atau paket PS- Puan, dibandingkan Jokowi dekati Ganjar, mengingat terhadap diri Ganjar belum tentu PDIP mau menggadang atau mengusungnya, selain faktor dualisme atau politik 2 kaki terkait dua orang kandidat bakal capres, layak dikatakan merupakan politik sesat (perlu digaris bawahi 2 kaki melahirkan friksi pada suasana kasuistis pencalonan Puan dan Ganjar pada objek narasi permasalahan politik a quo yang sedang dikupas). Kenapa layak dikatakan politik sesat? Oleh sebab dari sisi atau sudut pandang eratnya hubungan biologis antara Mega dengan Puan. Dan perspektif politik sederhananya adalah tentu amat riskan jika politik Ketum Partai PDIP Megawati membuat kebijakan ambigu atau dualisme saat momentum penting Pilpres? Dimana justru PDIP mencalonkan 2 kader partainya Puan juga Ganjar bertarung bersebrangan? Tentunya  politik 2 kaki ini berkwalitas memecah daripada basis kavling-kavling suara bahkan kantong-kantong besar mereka? Karena akan akibatkan berbagi atau mengurangi kuantitas perolehan suara daripada dua orang anak partainya yang saling berhadapan berlomba. Maka amat muskil tuk dipercayai. Megawati selaku senioren politikus tanah air kenyang asam garam tidak sekonyol dan sebodoh itu memberi arahan atau tugas kepada Jokowi untuk dukung Ganjar.

Selebihnya diantara Jokowi dan Prabowo Subianto selaku Menhan di dalam Kabinet Indonesia Maju menjadi bukti kedekatan mereka, termasuk kedekatan hubungan batiniah, salah satunya melalui "opor ayam, bakso, dan tempe bacem" santapan mereka bersama keluarga saat perayaan 1 syawal 1443 H. Senin, 2 Mai 2022,  atau hari pertama Iedul Fitri 2022 di Gedung Agung, Istana Kepresidenan Yogyakarta. Selain itu Prabowo sudah berterus terang dirinya kagum kepada Jokowi terkait kepemimpinannya, terkait kagum ini, PS sampaikan secara terbuka pada rapat kabinet dengan kalimat "Jokowi is right on track". Demikian pula termasuk jika pasangannya PS adalah Puan, sang Ketua DPR RI 2019 - 2024, Puan selain tak terbantahkan punya hubungan biologis/ anak kandung Megawati, termasuk hubungan kepartaian dengan sosok Jokowi yang notabene suka gak suka, Jokowi merupakan petugas partai PDIP dan kursi presiden yang diraihnya oleh sebab diusung oleh Ibunda Puan Sang Ketum serta faktanya berhasil sebagai presiden 2 periode, dan tentu faktor lainnya terkait Jokowi - Puan secara kolegial dan fungsional (kolektif kolegial) amat kuat posisinya dalam konteks pelaksanaan tatanan pemerintahan (eksekutif dan legislatif). Maka teramat aneh jika tiba-tiba Jokowi malah merangkul Ganjar untuk Capres pada acara Rapat Kerja Nasional (Rakernas) V relawan Pro Jokowi (Projo) di Magelang, Sabtu, 21 Mai 2022.

Politik Barrier terhadap Anies dan Aniesphobia

Gejala gejala maraknya kecendrungan masyarakat kepingin Anies Bakal Capres 2024 ini nampak oleh Jokowi sendiri serta riil disaksikan partai-partai koalisi PDIP.  Sounding atau pesan politik  untuk Anies sangat menggema, Anies de facto dicintai oleh banyak kelompok orang, baik komponen relijius/ agamis maupun kelompok nasionalis atau dapat disebut kelompok lintas SARA dan antar golongan dan jika melalui historis beralaskan data empirik, bahwa jagoan Jokowi atau PDIP. Ahok terbukti terhempas oleh Anies yang non partai namun dikerubuti oleh multi partai pada Pilgub DKI 2017. Dan nyata simpatisan Anies sejak menjadi Gubernur DKI. Jakarta 2017, terus lahir mengalir hingga saat ini, disebabkan semata-mata atas dasar sudut pandang objektifitas masyarakat, hanya bermodalkan  keberhasilan memimpin dan membangun DKI Jakarta yang dinilai selain Anies pribadi low profile juga sebagai pekerja keras, dan cukup cerdas, serta relijius, kemudian penilaian terhadap dirinya terakumulasi menjadikannya sebagai tokoh publik yang naik daun dan masyur, karena faktor sentimental yang dibangun oleh "sebagian tokoh politik dan para buzzer yang mengeroyoknya", namun mereka hanya bermodalkan berbagai data sumbang atau ecek-ecek, mengada-ada dan sangat subjektif serta diikuti sounding Aniesphobia dari para buzzer (pendengung) melalui loudspeaker namun tanpa objektivitas atau tidak memiliki dasar apapun.

Skenario Politik yang Menciderai Demokrasi

Namun skenarionya harus seperti itu, dapat dipastikan tidaklah mungkin Megawati memihak Ganjar untuk melawan putri kandungnya. Namun jika benar adanya, inilah jeniusnya rekayasa pilpres 2024 namun disayangkan amat mudah terbaca. Diantara ketiga hubungan emosional dampak politik Jokowi selama dirinya berkuasa yang utama dan terpenting justru menurut Jokowi dan Megawati serta koleganya adalah hubungan mereka dengan Anies. Karena jika Anies yang diprediksikan mayoritas publik sebagai kans pemenang pilpres lalu berkuasa, maka butuh ekstra pertimbangan pasca penyumpahan Anies selaku presiden. Tentunya segala kekuasaan penuh "berada di tangannya". Maka political approach terhadap multi partai dengan tujuan akhir terhadap sosok atau jati diri Anies, hal approach (negatif) ini , atau lebih tepat jika diistilahkan sebagai propaganda-propaganda negatif, tentu dalam dunia perpolitikan, hal ini dapat dimafhumi sesuatu yang biasa dalam konsep politik kontemporer yang nyata berjalan di negara kita, walau tentu tidak dapat dijustifikasi. Politik obstruksi ini sebuah urgensi dan keharusan bagi Presiden Jokowi, Megawati, Parabowo, Ganjar dan kolega mereka untuk mem-barrier Anies, ini punya nilai primair dan strategis. Baik dengan cara politik merangkul Anies masuk kedalam barisan kelompoknya maupun mem-barriernya melalui pendekatan kepada partai-partai yang memiliki kesan kuat (akan) simpati terhadap Anies. Kekhawatiran ini mengingat latar belakang Anies, andaikan dirinya menang, pastinya akan dikawal oleh berbagai lapisan golongan, yang tentunya merupakan berbagai golongan pendukungnya sebagai kantong -kantong suara konstituen Anies for Presiden 2024, yang mana diantara kelompok atau golongan golongan dimaksud diprediksikan pada umumnya, akan disesaki, atau dipenuhi serta dipadati oleh para tokoh publik bangsa ini yang "telah melihat secara transparan, mengalami atau merasakan" bahwa rezim dibawah Jokowi telah banyak melakukan penindasan serta menimbulkan "banyak korban"  serta korban tersebut diantaranya mungkin bisa saja diantara mereka sendiri. Oleh karenanya secara geopolitik terkait kelompok barisan kekuatan Anies ini pun terdapat fakta sejarah, buktinya adalah dukungan masyarakat dan para ulama atau yang dalam perspektif politik negatif disebut "politik identitas," telah mengantarkan beliau meraih kursi DKI-1 mengalahkan Ahok pada Pilkada DKI Jakarta 2017-2022,  Ahok rival berat kuat dengan pameo politik  memiliki modal uang yang tak memiliki seri" berakhir kekalahan, dan para pendukung Ahok banyak yang " mengalami kejang- kejang", dan perlu digarisbawahi pada saat pilgub 2017, Ahok sebagai incumben atau Gubernur Kada DKI Jakarta; Walau kursi gubernur yang diperolehnya secara gratis karena dirinya pemangku jabatan wakil gubernur, lalu duduk menggantikan Gubernur Jokowi, oleh sebab sistem hukum Jokowi terpilih menjadi Presiden RI untuk periode masa jabatan 2014-2019, artinya saat itu Ahok memiliki banyak berbagai fasilitas, saat-saat menjelang pilkada DKI Jakarta berlangsung sebelum ada pejabat yang ditunjuk oleh Kementrian Dalam Negeri.

Jadi safetynya Anies oleh Jokowi yang mewakili induk semangnya serta para kolega, memang perlu secara "khusus" ditempel. Anies yang juga dikelilingi masyarakat aktivis pro penegakan hukum yang menuntut kepastian hukum dan berkeadilan selama kurun Jokowi menjabat, maka memang Anies semestinya ia rangkul namun tetap akan ia waspadai, walau rangkul ini sekedar seremonial dan bersifat temporer atau tidak sungguh-sungguh mengingat tadi, yakni terkait "politik identitas" yang kalahkan jagoannya, yang juga jagoan PDIP Ahok dan latar belakang masa kepemimpinannya yang terkesan banyak beraroma tumpang-tindih, tidak profesional dalam banyak bidang, dan khususnya dalam penegakan hukum, sangat amat tidak equal, banyak praktik hukumnya yang terasa suka-suka dan tebang pilih.

Politik "seremonial"  mungkin sudah dipraktikan oleh Jokowi, salah satu diantaranya  melalui kehadiran Jokowi mengecek sirkuit Formula E di Ancol pada Senin 25 April 2022, dan tentunya Jokowi dalam kerangka political approach-nya juga kemungkinan akan hadir pada Grand Launching JIS/ Jakarta International Stadium, esok bulan depan pada 25 Juni 2022. Hasil nyata maha karya Anies, hadir untuk tetap sebagai bagian politik seremonial, sekedar penghormatan  keberhasilan pembangunan JIS, dan kita tunggu apakah Jokowi pun akan hadir jika diundang saat pembukaan Formula E berlangsung di Ancol, Jakarta Utara.

Walau semua ini sekedar politik seremonial sebagai salah satu "black campigne" karena hanya topeng yang "bertujuan kelak tusuk dari belakang",  namun agar Anies mau masuk ke gerbong Jokowi dan kawan-kawan, termasuk ada terselip harapan bisa diandalkan Jokowi sebagai road opener atau pembuka jalan bagi antisipatif masa depan keselamatan diri dan keluarga dan atau berikut kolega-kolega beserta para pengusaha hitam minyak goreng dan atau pengusaha dan atau penyertanya pejabat publik yang terpapar korupsi, andai Anies ternyata walau segala obstruksi sudah dilakukan namun Anies tetap melaju dan jadi presiden RI ke-8.

Maka oleh sebab ketakutan akan bayang bayang "politik identitas berikut kelalaian dalam kebijakan-kebijakan masa lalunya, saat kelak kepemimpinan berganti dan daluwarsa sesuai Psl 78 KUHP belum terlampaui" tentu secara politik Jokowi (dan kolega) terus akan tetap memainkan missi utamanya yakni menjadi bagian utama dari politik antisipatif preventif terhadap Anies atau tepatnya semodel jubah politik identitas dengan cara politik pendekatan dalam framing obstruksi agar Jokowi atau kolega dan atau pengusaha korporet, para pengusaha yang ingin full mem- back up dari sisi finansial kepada para kandidat capres (PS-Puan atau Ganjar-Erick Thohir atau Ganjar-Anies ) yang dimajukan oleh Jokowi dan atau oleh Megawati, atau kandidadt bacapres selain Anies, dalam asumsi opini Anies menjadi bacapres ke-3 karena dipenghujung ternyata partai-partai pendukungnya memiliki PT 20 %.

Mereka yang memilki obsesi kompulsif  ini umumnya adalah para pengusaha hitam, yang tetap ingin memiliki peluang terhadap kepentingan bisnis yang bersandar pada kursi kekuasaan atau kepemimpinan negara ini, dan mereka kelompok orang yang memiliki obsesi kompulsif, sebenarnya tanpa alasan, namun bisa jadi diantaranya mungkin adalah kelompok para oknum pejabat penyelenggara negara yang merasa mulai power sindrom serta para oknum dari segelintir orang atau para kolega penguasa yakni para pengusaha saat rezim ini berkuasa yang pernah melakukan atau mempengaruhi hal kebijakan politik presiden Jokowi demi keuntungan pribadi atau perusahaannya, namun berdampak negatif bagi ummat bangsa ini dan menimbulkan kesulitan keuangan atau perekonomian RI. Hal kekhawatiran Jokowi serta kolega eks kabinet serta jajaran para penguasa yang kelak akan menjadi subjek hukum masyarakat biasa di negara, tentu bukan sesuatu kecemasan yang mengada-ada, oleh sebab "faktor historis kebijakan-kebijakan yang lalu, bahkan kontemporer atau yang kini masih berlangsung negatif/ amburadul", yang lalu ia berobsesi dengan menghubungkannya dengan kebijakan kepemimpinan kelak, presiden yang baru.

Maka oleh karena berbagai pertimbangan yang cukup reasonabel bagi Jokowi dan kawan-kawan dari sisi politik mereka kedepan, terhadap Anies yang punya kans besar memenangkan pilpres 2024 harus dicegah ke-ikutsertaannya sebagai bakal calon presiden kontestan pilpres ke-3 pada 2024, dengan "cara apapun" pastinya melalui koordinasi semua partai-partai yang ada, utamanya Partai koalisi Jokowi yang identik sebagai koalisi PDIP dan terkait koordinasi politik ini sehubungan kecendrungan power sindrome, sudah ia lakukan terhadap Ketum Golkar, PKB dan PAN dalam konteks poitik tunda pemilu 2024 melalui Luhut Binsar Panjaitan/ LBP. Dan selebihnya Jokowi dan para koleganya, saat ini dan kedepannya jelang 2024 tentu dipastikan bakal melakukan upaya-upaya koordinasi melalui lobi-lobi politik atau political approach kepada partai-partai oposan (PKS dan PD) agar partai-partai yang ditengarai bakal menjadi calon pendukung Anies pada hajat atau kontestan Pemilu pilpres 2024 tidak mendapatkan Presidential Threshold 20%, "jika pun Anies terpaksa ikut menjadi bakal konstestan pemilu pilpres 2024, harus diupayakan ikut bersama gerbong mereka, dengan makna lain Anies sebagai calon yang berada dalam" perspektif politik tetap dalam genggaman rekayasa Megawati & Jokowi". Anies bisa saja diposisikan berada diantara PS atau atau Ganjar, namun cukup menjadi orang ke-dua atau wapres serta pada estimasi sebisanya adalah pihak "khusus yang tersingkir", selanjutnya andaipun asumsi atau prediksi pahit pasangan yang ada sosok Anies unggul suara, Anies bukan menjadi Sang Penguasa melainkan sekedar pribadi yang nice dan nunut, mirip sebagai Wapres RI saat ini KH.Maruf Amin

Penutup

Kembali kepada pemimpin dan penguasa partai oposan serta simpatisannya yang ada pada partai PKS,  Demokrat dan khususnya Nasdem yang belakangan nampak banyak netral, apakah mereka ingin berupaya demi cita-cita untuk mereformasi pola manajerial kepemimpinan dari pola yang dianut presiden Jokowi menuju perubahan perubahan-perubahan pada sistim serta karakter kepemimpinan pemerintahan pusat yang lebih elegen dan kredibel serta berkualitas untuk memenuhi seperti yang dicita-citakan idealnya yang tercantum pada sistem konstitusi RI melalui tata kelola yang good governance. Selebihnya rakyat bangsa ini hanya mampu menunggu dan menyaksikan gejala dan geliat politik tanah air sampai waktu hari H pemilu-pilpres 2024. Hanya jangan lupa terhadap partai oposan dan koalisi yang diajak bergandeng tangan, sayangi bangsa dan tanah air sebagai kewajiban setiap negara yang ada dibelahan muka bumi ini, salam nalar sehat.

(*)

TerPopuler